Menggebrak Kembali Budaya Literasi

ERA teknologi internet membuat banyak perubahan gaya hidup. Bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia. Bagaimana di Indonesia? Siap tidak siap negeri ini harus bersiap, khususnya dalam literasi, agar tidak tertinggal. Apalagi didorong Perpres yang mendukung kegiatan pendidikan karakter.

Realitas literasi Indonesia masih berada di peringkat paling bawah, dari tahun 2012 sampai 2015 hanya berada di urutan 62, 61, 63 dari 69 negara yang dievaluasi dengan kemampuan di bawah rata-rata.

Rendahnya kemampuan literasi siswa di Indonesia diakui penelitian Taufik Ismail yang masih menunjukkan rendahnya tingkat literasi siswa di Indonesia. Dari hasil penelitiannya pada tahun 1996 rata-rata budaya membaca lulusan SMA masih 0 buku setiap tahun. Kalah dengan Jerman 32 judul buku, Belanda 30 buku, Rusia 12 buku, Jepang 15 buku, Singapura 6 buku. Ditambah dengan data UNESCO, persentase minat baca Indonesia hanya 0,01 persen, artinya dari seribu orang hanya satu yang terbiasa membaca.

Pemerintah melalui Kemdikbud disponsori Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menggaungkan kembali budaya literasi, menghidupkan Gerakan Literasi Nasional, termasuk salah satunya gerakan literasi sekolah. Harapannya, masyarakat Indonesia lebih melek mengolah informasi dari berbagai sumber melalui kegiatan literasi. Kegiatan literasi yang selama ini sering dimaknai sebagai sesuatu yang berhubungan dengan tulis menulis saja seperti yang tercantum dalam KBBI, perlu diubah.

Literasi mempunyai makna lebih luas, tidak hanya sekadar membaca, tetapi lebih mengarah kepada kemampuan mengolah informasi untuk mengembangkan potensi diri, sehingga menjadi pribadi yang lebih baik. Inilah relevansi Perpres baru tersebut.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan harus memahami benar perannya dalam kegiatan literasi. Perlu kekompakan dari kepala sekolah sebagai pemimpin sekaligus promotor gerakan literasi. Guru sebagai penggerak kegiatan ‘gelis’ dan parasiswa sebagai sasaran kegiatan ini. Tanpa kerja sama dari warga sekolah, kegiatan ini menjadi timpang.

Kegiatan literasi 15 menit sebelum kegiatan belajar mengajar (KBM) sebagai salah satu cara untuk membiasakan siswa membaca buku, menjadi agenda wajib yang dapat membawa pengaruh positif bagi siswa. Selain anak-anak mendapatkan ilmu pengetahuan baru, tambahan wawasan, motivasi ataupun inspirasi dari teks-teks yang dibaca. Kegiatan tersebut membuat anak menjadi lebih kritis dan menanamkan nilai-nilai karakter yang memang sengaja ingin disasar dalam Pendidikan penguatan karakter saat ini.

Kurikulum 2013 yang sudah mulai diimplementasikan di sekolah bukan hal asing lagi bagi guru, siswa maupun masyarakat. Tuntutan zaman dan persaingan global membuat Pemerintah harus selalu mengembangkan kurikulumnya agar pendidikan di negara ini tidak tertinggal.

Guru sebagai garda terdepan dalam meningkatkan mutu pembelajaran harus mengetahui betul apa yang harus diajarkan dan karakter serta kemampuan apa yang harus ditanamkan kepada siswa. Harapannya, siswa yang diampu menjadi generasi penerus bangsa yang berpotensi, berkarakter, mampu bersaing dalam kancah nasional maupun internasional, sehingga Indonesia tidak lagi menduduki peringkat bawah dalam ujian-ujian Internasional seperti PISA dan lainnya.

Ada keterampilan abad 21 yang ingin dibidik dalam kurikulum 2013 edisi revisi selain gerakan literasi dan penguatan karakter siswa. Keterampilan tersebut yaitu Communication, Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving dan Creativity and Innovation. Jadi, pembelajaran tidak lagi hanya mementingkan nilai akademik, tetapi keterampilan tadi diharapkan mampu dimiliki siswa untuk menghadapi era digital abab 21, era yang penuh dengan tantangan karena arus informasi dan teknologi berkembang sangat cepat dan tanpa batas.

Di antaranya adalah Communication. Banyak kasus yang menunjukkan kemerosotan moral dipengaruhi adanya miscommunication. Para siswa perlu dibekali, komunikasi adalah salah satu cara untuk meraih kesuksesan. Dalam pembelajaran kurikulum 2013 proses berpikir yang harus dimiliki siswa yang terakhir adalah mengomunikasikan. Bagaimana siswa dapat menyampaikan pendapatnya, mempresentasikan hasil diskusinya, dan membicarakan temuannya adalah kegiatan yang harus ada dalam sebuah proses pembelajaran. Siswa dilatih berbicara dengan lawan bicaranya dengan sikap santun, bahasa yang mudah dipahami, gesture yang tepat, tanggap dan kritis terhadap permasalahan, sehingga tak terjadi salah komunikasi.